Pemeriksaan tidak langsung dengan teknik pewarnaan
Perlu diperlakukan dengan penambahan zat warna. Pewarnaan
bakteri terjadi pertukaran ion-ion zat warna dengan ion-ion protoplasma
bakteri. Pada umumnya larutan zat warna dipakai adalah larutan encer yang
jarang melebihi konsentrasi 1%. Suatu larutan encer yang dibiarkan agak lama
pada umumnya bekerja lebih baik daripada larutan pekat yang bekerja dalam waktu
yang singkat.
Dalam proses pewarnaan sering ditambah pemantek yaitu zat
yang berfungsi untuk menambah daya gabung antara sel dan zat warna. Hasil
reaksi antara sel dan zat warna oleh pemantek diendapkan, sehingga pemantek
yang telah diserap ke dalam sel menjadi presipitat yang berbulir besar sampai
tidak memungkinkan zat warna keluar melalui pori-pori dinding sel. Jadi
pemantek menolong melekatkan warna pada plasma gel. Contoh zat pemantek adalah
amonium oksalat, fenol, yodium, asam tanat, garam-garam alumunium, besi ,
timah, seng, tembaga, krom, dan lain-lain. Umumnya zat ini diberikan pada saat
sebelum penambahan zat warna, ke dalam larutan zat warna, dan saat antara
pemakaian dua larutan zat warna.
Faktor- faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri :
1.
Fiksasi
2.
Peluntur warna
3.
Substrat
4.
Intensifikasi pewarnaan
5.
Pengunaan zat warna penutup
Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna kemudian
dicuci dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. Sebaliknya terdapat
juga preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri ini dinamakan
bakteri tahan asam.
Jenis pewarnaan
1.
Pewarnaan negatif
Bertujuan untuk mengetahui morfologi
organisme yang sukar diwarnai oleh pewarnaan sederhana. metode ini bukan untuk
mewarnai bakteri, tetapi mewarnai latar belakangnya. dengan metode ini
mikroorganisme atau badan sel yang diamati menjadi transparan di antara medan
yang gelap.
2.
Pewarnaan sederhana atau tunggal
Macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil,
spirilium, dan sebagainya) dapat dibedakan dengan mengunakan pewarna sederhana.
Pewarna sederhana diartikan mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam
zat warna saja. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna sederhana
karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat
warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (
komponen kromoforiknya bermuatan positif).
Zat yang digunakan dalam pewarnaan
sederhana adalah biru metilen (30-60 detik), karbol violet(10 detik) dan air
fukhsin (5 detik).
Cara kerja:
1.
Kaca objek dibersihkan dengan alkohol sampai
bersih dan bebas dari lemak
2.
Kemudian panaskan diatas lampu spirtus. Bahan
preparat yang terbentuk padatan yang dibuat suspensi dengan penambahan NaCL
fisiologis
3.
Pijarkan ose lalu dinginkan. Celupkan ose ke
dalam suspensi bakteri dan goreskan pada kaca objek. Jika bakteri yang akan
diperiksa terdapat pada medium padat (media agar), maka teteskan NaCL
fisiologis terlebih dahulu pada kaca preparat kemudian goreskan bakteri
tersebut dengan ose.
4.
Preparat dikeringkan pada suhu udara atau dekat
hawa hangat api, kemudian setelah kering difiksasi diatas nyala api sebanyak 3
kali.
5.
Preparat didinginkan, lalu setelah dingin
ditetesi salah satu larutan zat warna di atasnya dan diamkan selama satu atau
dua menit, bergantung dari zat warnanya
6.
Zat warna yang berlebih dituang dari preparat
dan dicuci dengan air yang telah disediakan dalam botol semprot
7.
Preparat dikeringkan dengan kertas saring atau
dekat nyala api
8.
Preparat kemudian ditetesi dengan sedikit minyak
imersi pada bagian yang akan diamati
9.
Hasil diamati dicatat dan digambar
Hasil pewarnaan :
·
Dengan air fuchsin sel bakteri berwarna merah
·
Dengan kristal violet sel bakteri berwarna
violet
·
Dengan biru metilen sel bakteri berwarna biru
3.
Pewarnaan differensial
Untuk mengetahui sifat-sifat bakteri
terhadap suatu jenis pewarnaan dan untuk mengidentifikasi ,lebih dari satu zat
pewarna yang digunakan.
3.1. Pewarnaan
gram
Perbedaan 2 kelompok bakteri ini berdasarkan pada kemampuan sel menahan
(mengikat) warna ungu dari kristal violet selama proses dekolorisasi oleh
alkohol.
Bakteri gram positif tidak mengalami dekolorisasi karena tetap mengikat
warna ungu kristal violet pada tahap akhir pengecatan tidak terwarnai safranin.
Bakteri gram negatif mengalami dekolorisasi oleh alkohol dan pada tahap akhir
pengecatan terwarnai menjadi merah oleh safranin.
Bakteri gram negatif memiliki 3 lapisan dinding sel. Lapisan terluar
yaitu lipoposakarida (lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada
saat diwarnai dengan safranin akan berwarna merah. Bakteri gram positif
memiliki selapis dinding sel berupa peptidoglikan yang tebal. Setelah pewarnaan
dengan kristal violet, pori-pori dinding sel menyempit akibat dekolorisasi oleh
alkohol sehingga dinding sel tetap menahan warna biru.
Sel bakteri gram positif mungkin akan tampak merah jika waktu
dekolorisasi terlalu lama. Sedangkan bakteri gram negatif akan tampak ungu bila
waktu deklorisasi terlalu pendek.
Cara kerja :
1.
Preparat dibuat dan dikeringkan
2.
Kemudian tetesi preparat tersebut dengan zat
warna karbol gentian violet. Diamkan selama 30 detik . zat warna yang berlebih
dicuci dan dibuang dengan air
3.
Tambahkan lugol (iodium : kalium iodium :
aquades = 1: 2 : 300) sebagai zat pemantek, selama 30 detik . kemudian cuci
dengan air
4.
Preparat dicuci dengan alkohol 96% selama 2
detik sampai zat warna larut, kemudian dicuci dengan air.
5.
Tetesi preparat dengan zat warna pembanding air
fuchsin selama 30 detik, lalu cuci dengan air
6.
Preparat dikeringkan dan diatasnya diberi satu
tetes minyak imersi untuk menghindarkan perbedaan indek bias
Hasil pewarnaan:
·
Bakteri gram positif berwarna ungu dan
·
Bakteri gram negatif berwarna merah
|
Bakteri gram positif
|
Bakteri gram negatif
|
Kandungan Mg ribonukleat
|
Ada
|
Tidak ada
|
Sensifitas terhadap zat warna trifenilmetan
|
Sangat sensitif
|
Kurang sensitif
|
Sensifitas terhadap antibiotik
|
Sensitif penisilin
|
Sensitif streptomisin
|
Ketahanan kebasaan
|
Tahan basa, tidak larut dalam KOH
1 %
|
Sensitif basa, larut dalam KOH 1%
|
Kisaran isoelektrik
|
pH 2,5 – 4
|
pH 4,5 – 5,5
|
Bentuk sel
|
Biasanya bentuk kokus, batang berspora, kecuali: lactobacillus, dan
cyanobacterium
|
Biasanya berbentuk batang non spora kecuali Neisser
|
Ketahanan keasaman
|
Tahan asam
|
Sensitif asam
|
contoh
|
Staphylococcus albus
Bacillus subtilis
|
Salmonella typhii
Escerichia coli
|
3.2. Pewarnaan
tahan asam / pewarnaan ziehl neelsen
Pewarnaan ini ditujukan terhadap bakteri yang mengandung lemak dalam
konsentrasi tinggi sehingga sukar menyerap zat warna, namun jika bakteri diberi
zat warna khusus misalnya karbolfuchsin melalui proses pemanasan, maka akan
menyerap zat warna dan akan tahan diikat tanpa mampu dilunturkan oleh peluntur
yang kuat sekalipun seperti asam-alkohol. Karena itu bakteri ini disebut
bakteri tahan asam (BTA)
Pewarnaan ini disebut pewarnaan tahan asam karena beberapa jenis bakteri
sukar dilakukan pewarnaan, tetapi setelah sekali diwarnai tidah mudah
dilunturkan. Walaupun digunakan zat peluntur (decoloring agent) asam atau asam
alkohol. Bakteri yang termasuk golongan bakteri tahan asam adalah bakteri dari
genus mycobacterium, contohnya mycobacterium tuberculosis, m. Leprae,
m.smegmati, dan bakteri nocardia
Sifat bakteri tahan asam itu ditentukan oleh adanya sifat permebilitas
yang selektif dari membran sitoplasma. Warna merah disebabkan oleh penyerapan
warna karbol fuchsin yang larut dalam sel bakteri. Bila sel itu rusak, maka
sifat tahan asam itu hilang. Bakteri tahan asam banyak mengandung lipida dan
asam lemak. Kandungan inilah yang mencerminkan sifat tahan asam. Diduga sifat
tahan asam ini dipengaruhi oleh kelarutan nisbi, misalnya fuchsin lebih larut
dalam fenol daripada dalam air atau asam alkohol. Sebaliknya fenol lebih larut
dalam lipida yang ditemukan dalam tubuh mycobacterium, dari pada dalam air.
Dalam pewarnaan tahan asam, fenol yang mengandung fuchsin meninggalkan air
alkohol dari larutan karbol fuchsin dan masuk kedalam lipida sel. Lipida sel
memiliki kelarutan yang lebih besar, sehingga tidak dapat dilepaskan oleh asam
alkohol, karena bahan pelunturnya memiliki kelrutan yang lebih kecil.
Mebran sitoplasma yang utuh mencegah lipida yang telah diwarnai merah itu
meninggalkan sel untuk melarut ke dalam peluntur warna. Bila membran itu pecah,
maka lipida akan meninggalkan sel dan sifat tahan asamnya akan hilang.
Cara kerja :
1.
Kaca objek dibersihkan hingga bebas dari lemak
2.
Preparat dibuat, dikeringkan dan difiksasi tiga
kali
3.
Diatas preparat diberi kertas saring, kemudian
diberi zat warna karbol fuchsin selama lima menit sambil dipanaskan diatas
penangas air. Dijaga jangan sampai kering atau mendidih
4.
Kertas saring dibuang, lalu preparat dicuci
dengan air
5.
Teteskan zat peluntur asam alkohol (alkohol 96%
+ 3% H2SO4 pekat atau 3% HCL pekat) selama 2 detik
6.
Kemudian preparat dicuci dengan air dan diberi
zat warna kedua yaitu biru metilen selama 5 menit
7.
Preparat dicuci dengan air, dikeringkan dan
dilihat di bawah mikroskop
Hasil pewarnaan:
·
Ziehl neelsen positif, bakteri tahan asam akan
berwarna merah
·
Ziehl neelsen negatif, bakteri tidak tahan asam
akan berwarna biru
3.3. Pewarnaan
khusus
3.3.1.
Pewarnaan asam-basa:
Berdasarkan reagen warna yang digunakan dalam proses pewarnaan bakteri
terbagi dalam dua golongan, yaitu:
1.
Zat warna yang bersifat asam dengan komponen
warna berupa anion. Biasa dipakai dalam bentuk garam natrium
2.
Zat warna yang bersifat alkalis dengan komponen
warna berupa kation. Biasanya dipakai dalam bentuk klorida
3.3.2.
Pewarnaan spora/klein
Spora bakteri adalah endospora, dapat mudah terlihat sebagai benda-benda
intraseluler yang refraktil dalam suspensi sel yang tidak diwarnai. Dinding
spora itu relatif tidak permible, tetapi zat warna dapat diserap ke dalamnya
dengan jalan memanaskannya.
Letak spora ada tiga macam : 1) sentral, letak spora di tengah sel ,
2)terminal, letak spora di ujung sel 3) sub terminal, letak spora diantara
ujung sel dan tengah sel. Bentuk spora
bulat atau lonjong.ada spora yang dapat mengubah bentuk sel bakteri sehingga
spora menonjol keluar, bentuknya seperti pemukul tambur, contohnya :
clostridium tetani. Bila letak spora di bagian sentral atau sub terminal,
biasanya diameter spora lebih besar daripada diameter bakteri, maka bentuknya
seperti kumparan.
Pembentukan spora hanya terdapat pada beberapa species bakteri saja,
khususnya bakteri yang termasuk ke dalam famili bacillaceae. Famili ini terdiri
dari 3 genera yaitu 1) bacillus 2)clostridium, sifat hidupnya anaerob dan 3)
sporosarcina, sifat hidupnya aerob.
Di dalam spora,sifat-sifat bakteri tetap. Spora dibentuk, jika keadaan
lingkungan tidak menguntungkan baginya(untuk pertahanan diri). Spora sangat
tahan terhadap suhu tinggi dan desinfektan. Hal ini karena dinding spora sangat
kuat yang tersusun dari 3 lapisan yaitu:
·
Lapisan dalam disebut intin
·
Lapisan luar disebut ektin
·
Diantara kedua lapisan tadi terdapat lapisan
lendir
Karena lapisan lendir inilah
maka pewarnaan spora sangat sulit dilakukan. Tetapi dengan mengunakan warna kuat
dan pemanasan, maka spora ini dapat menyerap zat warna. Pemanasan juga dapat
merangsang pembentukan spora.
Di dalam bentuk spora, bakteri
akan tahan lama tanpa makanan dan tidak melakukan pembiakan bilamana keadaan
lingkungananya cukup baik, dinding spora akan pecah dan bentuk vegetatif akan
keluar dan bakteri aktif kembali.
3.3.3.
Pewarnaan kapsul/burr-gins
Beberapa jenis bakteri membentuk lapisan lendir di sekitar tubuhnya.
Kadang-kadang lendir ini menjadi padat merupakan bentuk yang tetap sebagai
lapisan luar bakteri. Lapisan ini dikenal sebagai kapsul. Kapsul tidak
mempunyai afinitas yang besar terhadap bahan-bahan zat warna yang bersifat
basa. Beberapa kapsul dapat rusak oleh gangguan mekanik atau larut bila dicuci
dengan air. Karena kapsul dari beberapa spesies yang berbeda dalam susunan
zat-zatnya, maka tidak semua kapsul dapat diperlihatkan dalam proses pewarnaan
yang sama.
Ada tidaknya kapsul ditentukan secara genetik. Seringkali pada banyak
spesies ditemukan mutan yang berkapsul, disamping yang tidak berkapsul. Hal ini
mempengaruhi bentuk koloni pada medium pembiakan, sehingga bakteri dapat
dibedakan menjadi : 1)koloni bakteri
berkapsul disebut koloni smooth 2) koloni bakteri tidak berkapsul disebut koloni rough. Pembentukan kapsul
bergantung pada zat-zat makanan, apakah mengandung zat-zat makanan pembentuk
kapsul atau tidak. adakalanya bakteri pembentuk kapsul tidak membentuk kapsul
karena kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Tetapi pada kondisi
lingkungan yang baik, kapsul ditemukan kembali. Jadi sifat kapsul adalah tetap
untuk suatu bakteri. Bakteri yang dilindungi oleh lendir berbeda dengan bakteri
berkapsul. Ada pendapat bahwa lendir adalah hasil sekresi dari bakteri dan
kapsul adalah penebalan dinding sel.
Dari dunia kedokteran pembentukan kapsul dapat dipakai sebagai indikasi
untuk menentukan patogenitas dari bakteri. Bakteri yang patogen yang dapat
membentuk kapsul menunjukan bahwa virulensinya makin tinggi saat dibentuk
kapsul. Dan jika tidak berkapsul, virulensinya berkurang atau bahkan hilang
sama sekali. Contoh bakteri berkapsul : Bacillus anthracis, Diplococcus
pnemoniae, klebsiela.
Teknik
pewarnaan lainnya untuk melihat kapsul adalah metoda pewarnaan anthony,
pewarnaan hiss, pewarnaan leifson, dan pewarnaan tyler.